Pasien seharusnya membaca atau mengerti soal kandungan dan efek samping obat yang diminum. Saat mengonsumsi obat antibiotik, misalnya, ketahui apa kegunaan dan kapan harus mengonsumsinya. Karena, penggunaan antibiotik bisa malah menjadi senjata makan tuan.
“Pemakaian antibiotik saat ini demikian gencar dan sering irasional, sering disalahfungsikan untuk menyelesaikan semua keluhan. Padahal, antbiotik juga memiliki risiko jika digunakan sembarangan , antara lain yang paling ditakutkan adalah resistensi kuman,” papar Dr. Wiyarni Pambudi, SpA, IBCLC, dokter spesialis anak dari BJ Medical Center,
Ia menambahkan, dulu sulit ditemukan obat yang bisa mengendalikan infeksi. Begitu ada antibiotik, setiap kali infeksi malah dikasih antibiotik.
“Faktanya, antibiotik tidak semulia itu tugasnya. Kalau tidak diperlukan tapi tetap diberikan, badan bisa mengalami resistensi,” ujarnya.
Antibiotik spektrum sempit dianggap paling ideal karena sudah jelas menyerang tubuh bagian mana.
“Namun, ada juga spektrum luas. Begitu masuk ke tubuh, semua barang asing atau bakteri akan dibunuh. Termasuk bakteri baik ikut hancur,” tambah Wiyarni.
Tak jarang terjadi, setelah minum antibiotik pasien malah mengalami diare karena kuman baik di ususnya ikut mati. “Karena bakteri yang membantu pencernaan tidak ada, akhirnya mengalami diare. Mau tak mau, penggunaan antibiotik harus dihentikan.”
Ia menegaskan, antibiotik hanya diperlukan jika ada infeksi bakteri yang sulit diatasi oleh daya tahan tubuh. Istilah bahwa antibiotik harus dihabiskan, sebenarnya istilah yang lebih tepat "antibiotik harus dikonsumsi sesuai aturan pakai, dalam kurun waktu tertentu".
“Intinya, bukan sekadar dihabiskan. Penentuan jumlah dan durasi antibiotik tergantung kebutuhan individual, mengikuti rekomendasi berbasis riset untuk jenis penyakit tertentu.”
Jika Anda memahami hal-hal ini, resiko akibat mengonsumsi antibiotik tak sesuai aturan tentu bisa dihindari.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan